Minggu, 07 Juli 2013

Pendekatan,model,prosedur pengembangan kurikulum (fajar)

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pada saat ini masih banyak sekali masyarakat pendidikan yang belum mengerti dan memahami pendekatan dan model-model pengembangan kurikulum. Sebagian besar hanya pernah mendengar tetapi belum mengerti dan memahami secara jelas. Padahal pendekatan dan model pengembangan kurikulum iini sangat mempengaruhi pengembangan dan pembentukan suatu kurikulum. Semoga makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan pembaca pada umumnya dan penyusun sendiri pada khususnya.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan dan model pengembangan kurikulum?
2.      Apa sajakah pendekatan pengembangan kurikulum tersebut?
3.      Apa sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut?

C.    Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1.      Menjelaskan pengertian dari pendekatan dan model pengembangan kurikulum.
2.      Menjelaskan apa sajakah pendekatan pengembangan kurikulum tersebut.
3.      Menjelaskan apa sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolakatau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut sukmadinata (2000 : 1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum improvement). Selajutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan pelajaran, dan lain-lain (micro curriculum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan ini mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu sendiri. 
Pendekatan, lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Kurikulum merupakan suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.

Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, jika dilihat dari aspek perencanaannya ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut.
                               
1. Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Cirri-ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berfikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative capability).
Prosedur penggunaan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b) emerinci perangkat kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan lainnya yang relevan, (d) mengembangkan silabus.
Selanjutnya, langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan kompetensi, yaitu mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun pengalaman belajar, menetapkan topic dan subtopic, menetapkan waktu, mengalokasikan waktu, member nama mata pelajaran, dan menetapkan bobot SKS.
Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan guru, yaitu sebagai berikut :
a. Sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi juga tingkat untuk kerja (performance) pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan.
b. Kriteria penilaian adalah persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas.
c. Sasaran utama adalah penguasaan kemampuan (exit requirements) dan bukan pada cara atau waktu pencapaian.

Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan pengelolaan informasi balikan (feedback) secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri (regenerative capability), baik tingkat lembaga maupun tingkat nasional.

2. Pendekatan Sistem (System Approach)
System adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, dan interdepensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ciri-ciri sistem adalah adanya tujuan, fungsi, komponen, interaksi dan interdepensi, penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, proses transformasi, umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan.Pendekatan sistem adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang umum untuk memahami teori organisasi dan praktek manajemen. Pendekatan sistem terdiri atas beberapa aspek, antara lain: (a) filsafat sistem, yaitu sebagai cara berfikir (way of thingking) tenang fenomena secara keseluruhan, (b) analisis sistem, yaitu metode atau teknik dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan keputusan (decision making), dan (c) manajemen sistem, yaitu aplikasi teori sistem ditengah mengelola organisasi.
Model Intructional Development Institute (IDI) yang dikembangkna oleh University Consortium on Intructional Development and Technology (UCIDT) memiliki langkah langkah pendekatan sistem sebagai berikut :
a. Merumuskan masalah, yang meliputi :
1) Menentukan masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah.
2) Menganalisis latar: cirri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber.
3) Mengatur pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab dan penjadwalan.
b. Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, yang meliputi :
1) Menentukan tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara.
2) Menentukan strategi: pendekatan metode, media, dan sumber belajar.
3) Membuat prototipe: bahan-bahan pembelajaran dan evaluasi.

c. Melaksanakan evaluasi, yang meliputi :
1) Uji coba prototipe: melakukan uji coba, mengumpulkan data, dan evaluasi.
2) Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode dan teknik evaluasi.
3) Penyempurnaan langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.

3. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku.
Ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: (a) peran guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru lebih sedikit member informasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sring menggunakan metode tanya-jawab, (d) tidak banyak kritik destruktif, (e) kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g) merumuskan tujuan dengan jelas, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk bekerja dan bertanggunag jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka rasakan, (j) adanya keseimbangan antara tugas kelompokmdengan tugas perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi bukan terfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta didik menemukan sistem nilainya sendiri.
Raths dalam John Jarolimek (1974) mengemukakan langkah-langkah pendekatan klarifikasi nilai sebagai berikut :

a. Kebebasan memilih (bagi peserta didik), yang meliputi :
1) Memilih sesuatu secara bebas menurut kemauan, kesukaan, dan minatnya.
2) Memilih berbagai alternatif yang ada
3) Menentukan pilihan dan pertimbanganyang rasional sesuai dengan pikiran dan pendapat masing-masing.

b. Membina kebanggaan (prizing), diantaranya :
1) Merasakan gembira atas ketepatan memilih
2) Mengukuhkan pilihan sesuai dengan pendapat pada dirinya masing-masing

c. Melaksanakan (acting) :
1) Melakukan percobaan atau melaksanakan pilihan
2) Mengulangi perbuatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya sebagai pola kehidupan.

4. Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)
Pendekatan ini melihat, memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secar global oleh pengembang kurikuum. Pengembang kurikulum dapat menetapkan langkah pertama yang akan dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumuskan filsafat pendidikan, visi-visi dan tujuan pendidikan serta sasaran yang ingin dicapai.

5. Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang masalah-masalah, keinginan, harapan, dan kesulitan-kesulitan yang ereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta sistem penilaian.

6. Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan indicator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu. Bagian tersebut menggambarkan :
a. Hasil belajar,
b. Tahap pengembangan kurikulum, dan
c. Program pendidikan yang ditawarkan.
Dalam studi tentang kurikulum terdapat dua jenis pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan Sentralisasi (Centralized Approach)
Pendekata ini disebut juga pendekatan Top-Down, yaitu pedekatan yang menggunakan sistem komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q. Balitbang Kemdiknas) dan sesuai dengan garis komando.

b. Pendekatan Disentralisasi (Dicentralized Approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth, yaitu suatu sistem pendekatan yang dimulai dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum ditingkat sekolah, baik secara individual maupun secara kelompok.


B. MODEL KONSEP KURIKULUM
Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu.
Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, model konsep kurikulum muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam pendidikan, antara lain aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan konsep rasionalisasi atau subjek akademis, aliran pendidikan intraksioal melahirkan konsep kurikulum rekontruksi social, aliran pendidikan pribadi melahirkan konsep kurikulum aktualisasi diri atau humanistik, dan pendidikan teknologis melahirkan konsep kurikulum teknologis.
1. Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)
Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam segala aspek kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuan pendidikan adalah untuk membina anak secara utuh, baik fisik, mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya, seperti sikap, minat, bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistic bersifat child-centered yang menekankan ekspresi diri secara kreatif, individualitas, dan aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar.
Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum humanistic adalah :
a. Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa yang akan dipelajari.
b. Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan.
c. Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan pokok serta kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan intelektual.
d. Diri Anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak dapat mengenal dirinya.
e. Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam masyarakat manusiawi.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga mempunyai ciri tersendiri, antara lain :
a. Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis agar memiliki integrasi tinggi dan sikap positif.
b. Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang dapat membantu pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya secara utuh.
c. Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara guru dan siswa.
d. Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya subjektif baik dari guru maupun siswa.
Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan yang mendasar. Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan dikemangkan, sekalipun sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan cenderung tersembunyi.

2. Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)
Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan kepada generasi yang akan datang. Pengetahuan tersebut berisi sejumlah mata pelajaran.
Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran. Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat pengembang inteleektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajarnya lebih banyak diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari disiplin-disiplin ilmu yang telah direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki karakteristik tertentu, antara lain :
a. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin ilmu.
b. Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh para ahli, kemudian direorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan. Organisasi yang digunakan adalah :
 Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep suatu pelajaran yang dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.-
 Unifyied atau- Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran displin ilmu.
 Integrated curriculum yaitu bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupa tertentu.-
 Problem solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi- topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yag diperoleh dari berbagai displin ilmu.
c. Metode, yakni menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri dan pemecahan masalah.
d. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti formatif dan sumatif, tes dan nontes.

Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan lainnya. Kritikan tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep kurikulum ini, yakni :
a. Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis sehingga domain afektif, psikomotorik, social, esosional menjadi terabaikan.
b. Konsep yang dikembangkan belu m tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
c. Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari disiplin ilmu.
d. Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.
e. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai metode ilmiah (scienitific method)

3. Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang menekankan interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum rekontruksi sosial bahwa kepentingan sosial harus diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan. Asumsinya adalah
a. perubahan sosial merupakan tangguang jawab masyarakat, dan
b. masih ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Tujuan untama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum ini memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan reformatories". Adaptif dimaksudkan agar individu dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi segala macam bentuk perubahan. Ia harus kuat fisik dan mental dalam mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan kelompok reformis menginginkan agar individu tidak hanya mampu menghadapi masalah-masalah yang akan datang, tetapi harus turut aktif dalam mengadakan perubahan yang diinginkan.

4. Konsep Kurikulum Teknologis
Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan dan dapat juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam pendidikan. Prosedur pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviourisme dan teori stimulus-respon. Artinya, tujuan yang dirumuskan harus berbentuk perilaku yang dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetnsi.
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah meng
gunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan motion film, serta banyak alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk, yaitu:
a. Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan.
b. Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.
Ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum teknologis), yaitu:
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
b. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
- Penegasan tujuan kepada siswa.
- Pelaksanaan pengajaran
- Pengetahuan tentang hasil
- Organisasi bahan ajar
- Evaluasi

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:
a. Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.
b. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi. Dalam pengembangan kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama dalam pengembangan kurikulum teknologis.
Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga mempunyai kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat kompleks atau materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi, sulit mengembangkan domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.



B.Model-Model Pengembangan Kurikulum menurut para ahli
Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model yang dapat digunakan. Setiap model memiliki kekhasan tertentu baik dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat dari tahapan pengembangannya sesuai dengan pendekatannya.
1.Model Tyler
Pengembangan kurikulum model Tyler yang dapat ditemukan dalam buku klasik yang sampai sekarang banyak dijadikan rujukan dalam proses pengembangan kurikulum yang berjudul Basic Principles of Curriculum and Insturction.
Sesuai dengan bukunya, model pengembangan kurikulum Tyler ini, lebih bersifat bagaimana merancanng suatu kurikulum sesuai dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Dengan demikian, model ini tidak menguraikan pengembangan kurikulum dalam bentuk langkah-langkah konkrit atau tahapan-tahapan secara rinci. Tyler hanya memberikan dasar-dasar pengembangannya saja.
Menurut Tyler ada empat hal yang dianggap fundamental untuk mengembangkan kurikulum. Pertama, berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai; kedua,berhubungan dengan pengalaman belajar untuk encapai tujuajn; ketiga,pengorganisasian pengalaman belajar, dan ke empat, berhubungan dengan evaluasi.
a.Menentukan Tujuan
Dalam langkah penyusunan suatu kurikulum, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama dan utama yang harus dikerjakan. Sebab, tujuan merupakan arah atau sasaran pendidikan.
Tyler memang tidak menjelaskan secara detail tentang sumber tujuan. Namun demikian, Tyler menjelaskan bahwa sumber perumusan tujuan dapat berasal dari siswa, studi kehidupan masa kini, disiplin ilmu, filosofis, dan psikologi belajar.
Merumuskan tujuan kurikulum, sebenarnya sangat tergantung dari teori dan filsafat pendidikan serta model kurikulum apa yang dianut. Bagi pengembang kurikulum subjek akademis, maka penguasaan berbagai konsep dan teori seperti yang tergambar dalam disiplin ilmu merupakan sumber tujuan utama. Kurikulum yang demikian yang kemudian dinamakan sebagai kurikulum yang bersifat “discipline oriented”. Berbeda dengan pengembang kurikulum model humanistic yang lebih bersifat ”child centered”, yaitu kurikulum yang lebih berpusat kepada pengembangan pribadi siswa, maka yang menjadi sumber utama dalam perumusan tujuan tentu saja siswa itu sendiri, baik yang berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat serta kebutuhan untuk membekali hidupnya. Lain lagi dengan kurikulum rekonstruksi social. Kurikulum yang lebih bersifat “society centered” ini memosisikan kurikulum sekolah sebagai alat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, maka kebutuhan dan masalah-masalah social kemasyarakatan merupakan sumber tujuan utama kurikulum.
b.Menentukan Pengalaman Belajar
Langkah kedua dalam proses pengembangan kurikulum adalah menentukan pengalaman belajar (learning experiences) sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Pengalaman belajar adalah segala aktivitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pengalaman belajar bukanlah isi atau materi pelajaran dan bukan pula aktivitas guru memberikan pelajaran. Tyler (1990:41) mengemukakan “Pengalaman belajar menunjuk kepada aktivitas siswa di dalam proses pembelajaran. Dengan demikian yang harus dipertanyakan dalam pengalaman ini adalah”apa yang akan atau telah dikerjakan siswa”bukan”apa yang akan atau telah diperbuat guru”. Untuk itulah guru sebagai pengembang kurikulum mestinya memahami apa minat siswa,serta bagaimana latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.
c.Mengorganisasi Pengalaman Belajar
Langkah ketiga dalam merancang suatu kurikulum adalah mengorganisasikan pengalaman belajarbaik dalam bentuk unit mata pelajaran, maupun dalam bentuk program.Langkah pengorganisasian ini sangat penting, sebab dengan penbgorganisasian yang jelas akan memberikan arah bagi pelaksanaan proses pembelajaran sehingga menjadi pengalaman belajar yang nyata bagi siswa.
Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar. Pertama, pengorganisasian secara vertikaldan kedua secara horizontal. Pengorganisasian secara vertical apabila menghubungkan pengalaman belajar dalam satu kajian yang sama dalam tingkat yang berbeda. Sedangkan pengorganisasian secara horizontal jika kita menhubungkan pengalaman belajar dalam bidang geografi dan sejarah dalam tingkat yang sama.
Ada tiga prinsip menurut Tyler (1950:55) dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas, urutan isi, dan integrasi.
d.Evaluasi
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan sehubungan dengan evaluasi. Pertama, evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu.
Ada dua fungsi evaluasi : Pertama, evaluasi digunakan untuk memperoleh data tentang ketercapaian tujuan oleh peserta didik. Fungsi ini dinamakan sebagai fungsi sumatif. Kedua, untuk melihat efektivitas proses pembelajaran. Fungsi ini dinamakan fungsi formatif.
2.Model Taba
Model taba lebih menitik beratkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan peyempurnaan. Oleh karena itu, dalam model ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum.
Pengembangan kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang di mulai dari langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan desainkurikulum, menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas.
Hilda Taba tidak sependapat dengan langkah tersebut. Alasannya, pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pembaruan kurikulum.oleh karena itu, menurut Hilda Taba, sebaiknya kuirikulum dikembangkan secara terbalik yaitu dengan pendekatan induktif. Ada lima langkah moel pengembangan kurikulum terbalik dari Taba ini.
a.Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah:
Mendiagnosis
Ø kebutuhan. Pada langkah ini pengembangan kurikulum memulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang “gaps”, berbagai kekurangan (defeciencies), dan perbedaan latar belakang siswa.
Memformulasikan tujuan. Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan.
Ø
Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan merupakan langkah berikutnya.
Ø
Mengorganisasi
Ø isi. Melalui penyeleksian isi, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukanitu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum ini diberikan.
Memilih pengalaman
Ø belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
Mengorganisasi pengalaman belajar.
Ø
Menentukan alat-alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa.
Ø
Menguji isi keseimbangan kurikulum.
Ø
b.Menguji unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
c.Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
d.Mengembangkan seluruh kerangka kurikulum.
e.Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji
3.Model Oliva
Menurt Oliva suatu model kurikulum harus bersifat simple, komprehensif dan sistematik.
Komponen-komponen seperti yang tampak di bawah ini menurut Oliva adalah komponen pokok saja:
Namun dalam kenyataannya yang dikemukakan oleh Oliva dalam mengembangkan suatu kurikulum ada 12 komponen yang satu sama lain saling berkaitan
Komponen I adalah perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa, dan analisis kebutuhan masyarakat.
Komponen II adalah analisis kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah.
Komponen III dan IV, berisi tentang tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercabtum pada komponen kesatu dan kedua.
Komponen V adalah bagaimana mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
Komponen VI dan VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran.
Apabila tujuan pembelajaran telah dirumuskan, maka selanjutnya menetapkan strategi pembelajran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan seperti yang terdapat pada komponen kedelapan. Selama itu pula dapat dilakukan studi awal tentang kemungkinan strategi atau teknik penilaian yang akan digunakan (komponen IX A). selanjutnya pengembangan kurikulum dilanjutkan pada komponen X yaitu mengimplementasikan strategi pembelajaran. Setelah strategi diimplementasikan, pengembangan kurikulum kembali pada komponen IX Buntuk menyemb\purnakan alat atau teknik penilaian. Teknik penilaian seperti yang telah ditetapkan pada komponen IX A bias ditambah atau direvisi setelah mendapatkan masukan dari pelaksanaan atau implementasi kurikulum.
Dari penetapan alat dan teknik penilaian itu, maka selanjutnya pada komponen XI dan XII dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.
Menurut Oliva, model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam beberapa dimensi. Pertama, untuk menyempurnakan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus, misalkan penyempunaan kurikulum bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya. Kedua model ini model ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program kurikulum. Ketiga model ini dapat digunakan dalam mengembangkan program pembelajaran secar khusus.
4.Model Beauchamp
Model ini dinamakan sistem Beauchamp, karena memang diciptakan dan dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan ada lima langkah dalam proses pengembangan kurikulum.
a.Menetapkan wilayah atau arena yang akan melakukan perubahan suatu kurikulum.
b.Menetapkan orang-orang yang akan terlibat dalam proses pengembangan kurikulum. Beauchamp, menyarankan untuk melibatkan seluas-luasnya para tokoh di masyarakat. Orang-orang yang harus dilibatkan itu terdiri dari para ahli/spesialis kurikulum, para ahli pendidikan termasuk didalamnya para guru yang dianggap berpengalaman, para profesional dalam bidang pendidikan dan lainnya sebagainya, dan para professional dalam bidang lain beserta tokoh masyarakat (para politikus, industriawan, pengusaha, dan lain sebagainya).
c.Menetapkan prosedur yang akan ditempuh, yaitu dalam hal merumuskan tujuan umu dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta menetapkan evaluasi. Keseluruhan prosedur itu selanjutnya dapat dibagi dalam lima langkah:
1)Membentuk tim pengembang kurikulum
2)Melakukan penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan
3)Melakukan studi atau penjajakan tentang penentuan kurikulum baru
4)Merumuskan criteria dan alternative pengembangan kurikulum
5)Menyusun dan menulis kurikulum yang dikehendaki
d.Implementasi kurikulum. Pada tahap ini perlu disiapkan secara matang berbagai hal yang dapat baik langsung maupun tidak langsung terhadap efektifitas penggunaan kurikulum, seperti pamahaman guru terhadap kurikulum itu, saran atau fasilitas yang tersedia, manajemen sekolah dan lain sebagainya.
e.Melaksanakan evaluasi kurikulum yang menyangkut:
1)Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di sekolah
2)Evaluasi terhadap desain kurikulum
3)Evaluasi keberhasilan anak didik
4)Evaluasi system kurikulum.
5.Model Wheeler
Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran. Wheeler berpendapat proses pengembangan kurikulum terdiri dari lima fase (tahap), yakni:
a.Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umu bias merupakan tujuan yang bersifat normative yang mengandung tujuan filosofis atau tujuan pembelajaran umum yang bersifat praktis. Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang bersifat spesifik dan observable (objektif) yakni tujuan yang mudah diukur ketercapaiannya.
b.Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
c.Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar.
d.Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar.
e.Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.
Dari langkah-langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan Wheeler, maka tampak bahwa pengembangan kurikulum membentuk sebuah siklus (lingkaran)
6.Model Nicholls
Dalam bukunya developing a Curriculum: A Pratical Guide (1978),
Howard Nicholls meenjelaskan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas wlwmwn-wlwmwn kurikulum yang membentuk siklus.
Model pengembangan krikulum nicholls menggunakan pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan situasi.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu:
a.Analisis situasi
b.Menentuka tujuan khusus
c.Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran
d.Menentukan dan mengorganisasi metode
e.Evaluasi
7.Model Dynamic Skilbeck
Model Dynamic adalah model pengembangan kurikulum pada level sekolah.
Skilbeck menjelaskan model ini diperuntukan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Agar proses pengembangan berjalan dengan baik, maka setiap pengembangan termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok yang dimuali dari menganalisis situasi sampai pada melakukan penilaian. Menurut skilbeck langkah-langkah pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
a.Menganalisis situasi
b.Memformulasikan tujuan
c.Menyusun program
d.Interpretasi dan implementasi
e.Monitoring, feedback, penilaian, dan rekonstruksi
3.    Prosedur atau Proses Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua proses utama yakni pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan pedoman instruksional.

a.    Pedoman Kurikulum
Pedoman kurikulum disusun untuk menentukan dalam garis besarnya yaitu: apa yang akan diajarkan, kepada siapa diajarkan, apa sebab diajarkan dengan tujuan apa, dan dalam urutan yang bagaimana. Pedoman Kurikulum meliputi:
·      Latar belakang, yang berisi rumusan falsafah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi yang menjadi sasaran, raional bidang studi atau matakuliah, struktur organisasi bahan pelajaran;
·      Silabus, yang berisi matapelajaran secara lebih terinci yang diberikan yakni scope (ruang lingkup) dan sequence nya (urutan penyajiannya);
·      Disain Evaluasi.

b.  Pedoman Instruksional
Pedoman Intruksional diperoleh atas usaha pengajar untuk menguraikan isi pedoman kurikulum agar lebih spesifik sehingga lebih mudah untuk mempersiapkannya sebagai pelajaran dalam kelas. Dengan demikian apa yang diajarkan benar-benar bersumber dari pedoman kurikulum.

Sumber:vidicintailmu.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar